Pendahuluan
Globalisasi telah menempatkan bangsa dan negara
Indonesia pada posisi yang dilematis. Di satu sisi proses globalisasi tersebut
telah memberikan kesempatan dan tantangan bagi Bangsa dan Negara Indonesia
untuk dapat hidup bergaul dengan masyarakat internasional lebih baik
lagi. Dalam hal ini proses tersebut telah merangsang upaya peningkatan daya
saing dan kompetisi bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di berbagai
aktivitas kehidupan. Di sisi lain, proses globalisasi tersebut telah
memberikan tekanan dan beban yang sangat berat bagi bangsa dan Negara
Indonesia untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan masyarakat
internasional baru seperti dalam masalah Ketahanan Nasional dibidang
Pangan, Ekonomi Perbankan dan Industri.
Keseluruhan persoalan tersebut harus dihadapi dan
diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Setiap kelalaian dan kegagalan dalam
merespon dan menangani persoalan dapat menimbulkan resiko yang serius
bagi eksistensi dan keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Mengingat dimensi dari persoalan- persoalan tersebut sangat kompleks dan
beragam, maka diperlukan cara penanganan yang sistematis,
komprehensif-integral serta terencana. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk merespon perubahan dan mengatasi persoalan- persoalan tersebut
adalah dengan melakukan pengkajian terhadap masalah-masalah ketahanan nasional
beserta hal-hal yang terkait dengannya secara lebih objektif dan ilmiah.
Perubahan tersebut dalam banyak hal cukup signifikan,
dan bahkan dalam hal tertentu cukup drastis, sehingga menimbulkan
persoalan-persoalan baru yang sangat serius dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maraknya berbagai konflik, baik yang bersifat vertikal, maupun yang
bersifat horizontal, akhir-akhir ini merupakan bukti dari adanya persoalan yang
muncul akibat perubahan- perubahan tersebut. Muncul dan berkembangnya
gerakan separatis diberbagai daerah, tindak-tindakan kekerasan di pelosok tanah
air dan berbagai aksi demo yang menentang pemerintah merupakan contoh konkrit
dari persoalan-persoalan tersebut dan sangat rentan terhadap disintegrasi
bangsa.
ISI MATERI
Pengertian Pangan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004
Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah.
Pengertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Jenis-jenis
pangan dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan. Pengertian pangan segar
adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi
langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan, yang dapat dikonsumsi
langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras,
gandum, segala macam buah, ikan, air segar, dan sebagainya. Sedangkan,
pengertian pangan olahan adalah pangan atau minuman
hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan
tambahan.
Pengertian
Ketahanan Pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi,
dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem
distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga
dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu
dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi
mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu,
keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalannya. Dalam pasal 1 ayat 17 UU
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Krisis Kedelai di Indonesia; Salah
Arah Kebijakan Ekonomi dan Pertanian Indonesia
JAKARTA. Krisis kedelai yang saat ini sedang menimpa Indonesia sudah sampai
tahap yang mengkhawatirkan. Krisis kedelai saat ini adalah perwujudan salah
arahnya kebijakan Ekonomi dan Pertanian, serta pangan di Indonesia. Ketua Umum
Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih memaparkan salah arahnya kebijakan
pertanian Indonesia ini dimulai tahun 1995 ketika Indonesia ikut meratifikasi
WTO. Kemudian dilanjutkan dengan ditandatanganinya letter of intent dengan
IMF di tahun 1998 yang semakin memasifkan liberalisasi pada sektor pertanian
dan pangan di Indonesia.Dalam kasus kedelai, penghapusan bea masuk kedelai impor mempengaruhi turunnya produksi kedelai dalam negeri, bahkan selama 10 tahun terakhir produksi kedelai nasional tak pernah lebih dari satu juta ton. Sejak 2002 hingga 2011, produksi kedelai nasional tertinggi hanya sebesar 974.512 ton pada tahun 2010, sementara kebutuhan nasional sudah mencapai tiga juta ton per tahun.
“Berdasarkan data BPS, di tahun 1990, pada saat Indonesia belum ikut WTO dan IMF, impor kedelai kita pernah hanya sebesar 541 ton. Bandingkan dengan impor kedelai dalam tahun ini (Januari – Juli 2013) kita sudah impor 1,1 juta ton atau senilai US$ 670 juta (Rp 6,7 triliun). Ini akibat pemerintah kita terlanjur mengadopsi model ekonomi neoliberal sehingga dalam orientasi kebijakan pangannya hampir semua komoditas pangan, kecuali beras diserahkan pada mekanisme pasar,” ungkap Henry di Medan, pagi ini (05/09/2013).
Selanjutnya, Henry juga menyampaikan bagi petani menanam kedelai sejak harga impor lebih murah menyebabkan kerugian. Menurutnya pemerintah harus menetapkan harga yang adil yang menguntungkan petani kedelai nasional.
“Sejak Bulog menjadi perum kita tidak lagi memiliki lembaga yang kuat untuk menstabilkan harga pangan. Belum lagi adanya konsentrasi distribusi sejumlah komoditas pangan di tangan segelintir orang. Tidak hadirnya peran negara untuk menjadi stabilisator harga pangan membuat swasta leluasa mengendalikan tata niaga pangan. Mengembalikan fungsi negara dengan merevitalisasi bulog dengan membuka perannya menjadi lebih besar, bukan hanya untuk mengurus masalah beras saja, namun juga untuk komoditas pangan lainnya. Karena itu lebih baik membubarkan Bulog yang ada sekarang karena Bulog sekarang ini hasil pasca IMF, dan segera membentuk kelembagaan pangan yang baru yang mengacu pada UU 18/2012 tentang pangan yang mengamanatkan dibentuknya kelembagaan pangan, dan ditegakkannya kedaulatan pangan di Indonesia” papar Henry.
Henry menegaskan, langkah strategis yang perlu segera dilakukan adalah menggenjot peningkatan produksi lokal. Berproduksi kedelai harus ditingkatkan kembali dengan memastikan insentif bagi petani yang menanam kedelai. Meningkatkan luas lahan produksi dan memberikan pelatihan serta dukungan input bagi para petani kedelai. Hal ini harus ditopang dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, irigasi dan jembatan.yang disertai benih berkualitas, teknologi pertanian dan jaminan harga pantas bagi produsen kecil/petani.
“Jika Menteri Pertanian mengumumkan terdapat 2,1 juta hektar lahan produktif dari tujuh juta lahan terlantar yang ada hari ini mengapa lahan-lahan tersebut tidak didistribusikan kepada para petani kedelai maupun tanaman pangan lainnya untuk sungguh-sungguh kembali mencapai swasembada pangan di Indonesia dan melepaskan ketergantungan dari pangan impor,” tuturnya.
Henry menambahkan, pembaruan agraria adalah hal yang mendasar yang harus diimplementasikan sesuai mandat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 960 dan kepastian petani mempunyai, mengelola dan menggarap lahan minimal 2 ha sesuai amanat UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Selanjutnya pemerintah Indonesia harus menghentikan segala liberalisasi pertanian. Indonesia harus keluar dari perjanjian WTO. Oleh sebab itu menurutnya, Indonesia harus menghentikan rencana sebagai tuan rumah dari penyelenggaraan ministerial meeting WTO yang akan diselenggarakan pada tanggal 3 – 6 Desember 2013.
“Kita juga harus memikirkan diversifikasi pangan sebagai alternatif, seperti kacang koro pedang yang sangat berpotensi menggantikan kedelai. Kacang koro pedang memiliki kandungan protein yang mendekati kedelai, di samping tingkat produktifitasnya yang tinggi. Tinggal memerlukan dukungan pemerintah dan lembaga penelitian untuk menghasilkan kacang koro pedang terbaik, meningkatkan produktifitasnya dan kualitasnya,” tambah Henry yang juga Koordinator La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Thomas Malthus mengatakan
bahwa jumlah manusia meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan
persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika. Dalam perjalanan
sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas
menjadi kelaparan nasional yang sangat parah di berbagai negara. Permasalahan
ini adalah ciri sebuah negara yang belum mandiri dalam hal ketahanan pangan
(Nasoetion, 2008).
Kebutuhan pangan di dunia
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Pada
tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30 tahun kemudian pada tahun 1960
baru mencapai 3 miliar. Pada era tahun 2000an penduduk dunia melonjak hingga
mencapai kurang lebih 6 miliar penduduk. Tentu saja pertumbuhan penduduk ini
mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Di Indonesia,
permasalahan pangan tidak dapat dihindari, walaupun Indonesia dikenal sebagai
negara agararis yang sebagian besar penduduknya adalah petani.
Namun, dalam kenyataannya
masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi
satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan
nasional. Persoalan berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi
pemukiman dan lahan industri, juga telah menjadi ancaman dan tantangan
tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang
pangan.
Subsistem ketersediaan pangan
berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem
distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien
untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah
dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan
subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya.
Situasi ketahanan pangan di
Indonesia dipadang masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a)
jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi 2.000
kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70 % dari rekomendasi)
masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk
tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta
dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003).
Menurut Bustanul Arifin (2005)
ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai
kesejahteraan bangsa pada abad millenium sekarang ini. Dalam penjelasan PP
Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, dimana upaya mewujudkan ketahanan
pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung
keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada
pemasukan pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor
harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan
masyarakat untuk meningkatkan dan mewujudkan ketahanan nasional.
Oleh karena ketahanan pangan
tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka harus secara jelas dapat
diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan pangan. Penyediaan pangan ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus berkembang
dari waktu ke waktu. Untuk mewujudkan penyediaan pangan tersebut, perlu dilakukan
pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi
pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan
mengembangkan lahan produktif.
Sumber penyediaan pangan
diwujudkan dari produksi dalam negeri, cadangan pangan dan pemasukan pangan.
Pemasukan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan
tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerataan ketersediaan pangan
memerlukan pendistribusian pangan ke seluruh wilayah bahkan sampai rumah
tangga. Oleh sebab itu perwujudan distribusi pangan memerlukan suatu
pengembangan transportasi darat, laut dan udara yang sistemnya melalui
pengelolaan pada peningkatan keamanan terhadap pendistribusian pangan. Di sisi
lain, penganekaragaman pangan dengan berbasis sumberdaya pangan lokal harus
ditingkatkan. Dengan keanekaragaman pangan dan didukung pula dengan teknologi
pengolahan pangan yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kewaspadaan nasional terhadap ketahanan pangan adalah sebagai berikut:
1.
Penataan Regulasi dan Perundang-undangan Mulai
dari Proses Pembuatan, Pelaksanaan dan Pengawasannya.
Regulasi dan perundang-undangan merupakan dasar kebijakan bagi pemerintah dalam upayanya untuk menjalankan program ketahanan pangan nasional. Dengan keberadaan regulasi dan perundang-undangan yang baik maka arah kebijakan menjadi terfokus dan terjadi sinergitas yang tinggi antar sektor-sektor dalam kaitannya dengan ketahanan pangan.
Regulasi dan perundang-undangan merupakan dasar kebijakan bagi pemerintah dalam upayanya untuk menjalankan program ketahanan pangan nasional. Dengan keberadaan regulasi dan perundang-undangan yang baik maka arah kebijakan menjadi terfokus dan terjadi sinergitas yang tinggi antar sektor-sektor dalam kaitannya dengan ketahanan pangan.
2.
Antisipasi Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk merupakan faktor utama dan dominan yang mempengaruhi ketahanan pangan. Karena jumlah penduduk akan berkorelasi dengan jumlah kebutuhan pangan yang harus disediakan. Penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 259 juta jiwa, membutuhkan pemenuhan pangan yang besar. Dengan keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang. Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pertanian.
Jumlah penduduk merupakan faktor utama dan dominan yang mempengaruhi ketahanan pangan. Karena jumlah penduduk akan berkorelasi dengan jumlah kebutuhan pangan yang harus disediakan. Penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 259 juta jiwa, membutuhkan pemenuhan pangan yang besar. Dengan keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang. Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pertanian.
3.
Mewaspadai Pola Konsumsi Penduduk
Konsumsi pangan merupakan gambaran pola penduduk suatu wilayah dalam mengkonsumsi jenis-jenis pangan pada kelompok sumber pangan tertentu. Secara detail dijabarkan menjadi (1) pangan sumber karbohidrat, (2) sumber protein hewani, (3) sumber protein nabati, (4) sumber lemak, serta (5) sumber vitamin dan mineral. Saat ini, telah terjadi pergeseran pola konsumsi pada masyarakat karena peningkatan pendapatan per kapita namun masih timpang, karena belum beragam dan bergizi seimbang.
Konsumsi pangan merupakan gambaran pola penduduk suatu wilayah dalam mengkonsumsi jenis-jenis pangan pada kelompok sumber pangan tertentu. Secara detail dijabarkan menjadi (1) pangan sumber karbohidrat, (2) sumber protein hewani, (3) sumber protein nabati, (4) sumber lemak, serta (5) sumber vitamin dan mineral. Saat ini, telah terjadi pergeseran pola konsumsi pada masyarakat karena peningkatan pendapatan per kapita namun masih timpang, karena belum beragam dan bergizi seimbang.
4.
Pengawasan dan Pengetatan Konversi Lahan
Pertanian
Laju konversi lahan pertanian, khususnya sawah, mengalami perubahan yang sangat signifikan. Laju konversi terjadi akibat kebutuhan pemenuhan lahan bagi pemukinan dan industri. Bila tidak segera ditangani, maka sektor pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan akan mengalami gangguan. Gejala ini terlihat di kota-kota pulau Jawa, dimana konsentrasi penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk dan industri maju pesat.
Laju konversi lahan pertanian, khususnya sawah, mengalami perubahan yang sangat signifikan. Laju konversi terjadi akibat kebutuhan pemenuhan lahan bagi pemukinan dan industri. Bila tidak segera ditangani, maka sektor pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan akan mengalami gangguan. Gejala ini terlihat di kota-kota pulau Jawa, dimana konsentrasi penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk dan industri maju pesat.
5.
Mewaspadai Perubahan Iklim
Di era globalisasi saat ini yang patut menjadi perhatian serius adalah masalah perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Pemanasan dan perubahan iklim global merupakan masalah nyata, dimana Indonesia ikut menghadapinya. Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) mencatat, sejak 1990 suhu rata-rata bumi naik 0,70 ˚C, sebagai akibat gas rumah kaca (GRK), dalam jumlah berlebih di atmosfir. Pemanasan global terjalin erat dengan perilaku, gaya hidup manusia, kebijakan politik, pola pembangunan, pilihan teknologi, kondisi sosial ekonomi serta kesepakatan internasional.[5] Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan bisa berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Hingga beberapa waktu ke depan, iklim menjadi perhatian dan diwaspadai bukan hanya oleh Indonesia, namun oleh seluruh negara di dunia. Karena kondisi iklim di suatu kawasan dapat berdampak pada kawasan lain.
Di era globalisasi saat ini yang patut menjadi perhatian serius adalah masalah perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Pemanasan dan perubahan iklim global merupakan masalah nyata, dimana Indonesia ikut menghadapinya. Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) mencatat, sejak 1990 suhu rata-rata bumi naik 0,70 ˚C, sebagai akibat gas rumah kaca (GRK), dalam jumlah berlebih di atmosfir. Pemanasan global terjalin erat dengan perilaku, gaya hidup manusia, kebijakan politik, pola pembangunan, pilihan teknologi, kondisi sosial ekonomi serta kesepakatan internasional.[5] Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan bisa berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Hingga beberapa waktu ke depan, iklim menjadi perhatian dan diwaspadai bukan hanya oleh Indonesia, namun oleh seluruh negara di dunia. Karena kondisi iklim di suatu kawasan dapat berdampak pada kawasan lain.
6.
Perlunya Implementasi Teknologi Pertanian
Pada abad millenium sekarang ini, peranan teknologi sudah merasuk ke dalam setiap aspek kehidupan. Tidak terkecuali bidang pertanian. Bahkan teknologi pertanian saat ini dan ke depan akan semakin berpengaruh. Arah pengembangan teknologi pertanian adalah untuk meningkatkan efisiensi pertanian yang mencakup spektrum teknologi terkait dengan teknologi pengembangan sarana produksi (benih, pupuk dan insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi pengelolaan air (irigasi gravitasi, irigasi pompa, efisiensi dan konservasi air), teknologi budidaya (cara tanam, jarak tanam, pemupukan berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), serta teknologi pengendalian hama terpadu (PHT).
Pada abad millenium sekarang ini, peranan teknologi sudah merasuk ke dalam setiap aspek kehidupan. Tidak terkecuali bidang pertanian. Bahkan teknologi pertanian saat ini dan ke depan akan semakin berpengaruh. Arah pengembangan teknologi pertanian adalah untuk meningkatkan efisiensi pertanian yang mencakup spektrum teknologi terkait dengan teknologi pengembangan sarana produksi (benih, pupuk dan insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi pengelolaan air (irigasi gravitasi, irigasi pompa, efisiensi dan konservasi air), teknologi budidaya (cara tanam, jarak tanam, pemupukan berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), serta teknologi pengendalian hama terpadu (PHT).
7.
Mewaspadai Aksesibilitas dan Distribusi Hasil
Pertanian
Distribusi pangan merupakan salah satu subsistem ketahanan pangan yang peranannya sangat strategis, apabila tidak dapat terselenggara secara baik dan lancar, bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat tidak akan terpenuhi. Distribusi pangan ini diharapkan dapat terlaksana secara efektif, efisien dan merata di setiap lokasi berlangsungnya transaksi bahan pangan kebutuhan masyarakat. Gangguan distribusi pangan ini berdampak terhadap kelangkaan bahan pangan dan kenaikan harga pangan serta berpengaruh terhadap rendahnya akses pangan masyarakat karena daya beli bahan pangan menjadi menurun. Masalah pangan adalah keadaan kelebihan pangan, kekurangan pangan dan/atau ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Masih adanya penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan dihasilkan tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, potensi sumberdaya alam yang berbeda di masing-masing daerah akan berpengaruh terhadap distribusi dan pasokan bahan pangan.
Distribusi pangan merupakan salah satu subsistem ketahanan pangan yang peranannya sangat strategis, apabila tidak dapat terselenggara secara baik dan lancar, bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat tidak akan terpenuhi. Distribusi pangan ini diharapkan dapat terlaksana secara efektif, efisien dan merata di setiap lokasi berlangsungnya transaksi bahan pangan kebutuhan masyarakat. Gangguan distribusi pangan ini berdampak terhadap kelangkaan bahan pangan dan kenaikan harga pangan serta berpengaruh terhadap rendahnya akses pangan masyarakat karena daya beli bahan pangan menjadi menurun. Masalah pangan adalah keadaan kelebihan pangan, kekurangan pangan dan/atau ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Masih adanya penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan dihasilkan tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, potensi sumberdaya alam yang berbeda di masing-masing daerah akan berpengaruh terhadap distribusi dan pasokan bahan pangan.
8.
Pengawasan Terhadap Penegakan Hukum di Bidang
Ketahanan Pangan
Penegakan hukum merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengimplementasikan kewaspadaan nasional terhadap ketahanan nasional, oleh sebab itu pengawasan terhadap penegakan hukum selain terhadap faktor-faktor tersebut di atas serta di bidang ketersediaan, distribusi, dan konsumsi sehingga mampu menjamin terwujudnya ketahanan pangan yang hakiki dalam menjamin integritas kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam rangka perjuangan mencapai tujuan nasional.
Penegakan hukum merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengimplementasikan kewaspadaan nasional terhadap ketahanan nasional, oleh sebab itu pengawasan terhadap penegakan hukum selain terhadap faktor-faktor tersebut di atas serta di bidang ketersediaan, distribusi, dan konsumsi sehingga mampu menjamin terwujudnya ketahanan pangan yang hakiki dalam menjamin integritas kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam rangka perjuangan mencapai tujuan nasional.
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/171-implementasi-kewaspadaan-nasional-terhadap-ketahanan-pangan-dapat-meningkatkan-ketahanan-nasional
http://www.academia.edu/7083859/KETAHANAN_NASIONAL_DI_BIDANG_PANGAN_EKONOMI_PERBANKAN_DAN_INDUSTRI
http://www.spi.or.id/?p=6429
http://www.scribd.com/doc/57205774/Geostrategi-Indonesia-Dengan-Studi-Kasus-Impor-Kacang-Kedelai-Terhadap-Ketahanan-Pangan-Nasional#scribd