Pada
umumnya, stakeholder diartikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan pada
perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas
perusahaan. Oleh karena itu, hubungan yang baik dengan stakeholder adalah
sesuatu yang wajib diwujudkan oleh perusahaan.Seiring
dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka
konsep tanggungjawab sosial (corporate
social responsibility) muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Corporate social responsibility mendukung terciptanya pembangunan
yang berkelanjutan. Sehingga sebagai salah satu perwujudannya, perusahaan harus
mendistribusikan keuntungan-keuntungan ekonomi yang diperolehnya tidak hanya
kepada pemilik modal, tetapi kepada stakeholder termasuk masyarakat.
Audit sosial merupakan sebuah metode untuk
mengetahui keadaan sosial suatu bentuk organisasi atau korporat.
Proses audit dilakukan oleh pihak yang kompeten, independen
dan obyektif yang dikenal sebagai auditor.
Audit sosial ini merupakan sistem yang
ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk
merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada
kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan. Dengan
adanya audit sosial, sebuah perusahaan akan melakukan monitoring dan evaluasi
dalam bidang sosial sebagai dasar untuk proses audit sosial.
A.
BENTUK-BENTUK
STAKEHOLDER
Berdasarkan
kekuatan posisi dan pengaruh stakeholder terhadap suatu isu, stakeholder dapat
dikategorikan kedalam beberapa bentuk. Ada tiga bentuk stakeholder dalam
bisnis, yaitu:
Stakeholder
primer
Stakeholder
ini memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program
dan proyek. Oleh karena itu, pihak ini harus ditempatkan sebagai penentu utama
dalam proses pengambilan keputusan. Stakeholder ini juga dapat dikatakan
sebagai pihak yang tanpa partisipasinya yang berkelanjutan, suatu organisasi
tidak dapat bertahan. Contohnya yaitu pemilik modal atau saham, kreditur, karyawan,
pemasok, konsumen, penyalur, pesaing atau rekanan.
Stakeholder
sekunder
Stakeholder ini tidak
memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program
dan proyek. Akan tetapi, pihak ini memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga turut bersuara dan berpengaruh
terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Stakeholder ini juga
didefinisikan sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan
tetapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu
penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Stakeholder
kunci
Stakeholderini
memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.
Stakeholderyang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan
instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level
daerah kabupaten. Yang termasuk dalam stakeholder kunci adalah pemerintah
kabupaten, DPR kabupaten dan dinas yang membawahi langsung proyek yang
bersangkutan.
B. STEREOTYPE,
PREJUDICE DAN STIGMA SOSIAL
Stereotype
adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap
kelompok dimana orang tersebut dikategorikan. Stereotype merupakan jalan pintas
pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan
hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.
Prejudice
atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan
manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan
orang yang berprasangka itu. Dengan kata lain, prasangka sosial ditujukan pada
orang atau kelompok yang berbeda dengannya atau kelompoknya.
Stigma
sosial adalah tidak diterimanya
seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan
norma yang ada. Stigma sosial sering
menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh stigma sosial dapat
terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar
pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama
dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.
C.
MENGAPA
PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggungjawab
sosial perusahaan atau corporate social responsibility
(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu
tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Corporate social responsibility
berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, artinya suatu perusahaan
dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusan yang tidak semata
berdasarkan aspek ekonomi seperti tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga
harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu,
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
D.
KOMUNITAS
INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia
memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai dengan
model Indonesia. Hal ini dapat dipahami bahwa bila ditilik dari bentuknya,
komunitas Indonesia, komunitas elit dan komunitas rakyat.Bentuk-bentuk pola hidup komunitas
di Indonesia sangat bervariasi dari berburu, meramu sampai dengan industri
jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas
Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa komunitas
Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang kemarau,
tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini mendorong
pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini, tampak
bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit dalam memahami pola hidup
komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka
perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan
stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal atau kelompok sosial
yang berbeda pola hidup.
E.
DAMPAK
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab
sosial perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan dampak
positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya
alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu
sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya
beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian,
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan
mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat atau seberapa luas
perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
F.
MEKANISME
PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme
dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan
dapat dilakukan berkenaan dengan kesesuaian atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut dengan budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosial sebagai suatu kesimpulan
dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring
dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi
pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara
berkesinambungan. Monitoring yang dilakukan sifatnya jangka pendek sedangkan
evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan
yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluasi tersebut menjadi
audit sosial.
Pengawasan
terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan
kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses
berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan
sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Audit
sosial pada dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu
bentuk organisasi dalam hal ini korporat. Menurut Social Enterprise Partnership dalam Rudito (2007:85), audit sosial
adalah sebuah metode yang dilakukan berkenaan dengan sebuah organisasi
(korporat, lembaga dan sebagainya) dalam merencanakan, mengatur dan mengukur
aktivitas non finansial serta untuk memantau konsekuensi secara eksternal dan internal
sekaligus dari sebuah organisasi atau korporasi yang bersifat komersial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar